Jumat, 12 Juli 2013

Hukum Mendel dalam Kehidupan Manusia

Hukum Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme. Hukum ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
Hukum pemisahan (segregasi)

Hukum pemisahan menyatakan tiga hal pokok yaitu sebagai berikut:
·       Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter keturunannya
·       Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari induk jantan dan satu dari induk betina
·   Jika sepasang gen merupakan dua alel (bentuk alternatif dari gen yang mengatur variasi karakter) yang berbeda, alel dominan akan selalu terekspresikan dan alel resesif yang tertutupi oleh alel dominan akan tetap diwariskan ke keturunannya
 Hukum perpasangan bebas (asortasi)
Hukum perpasangan bebas menyatakan bila individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka akan diturunkan sepasang sifat secara bebas pada keturunannya tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen, sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan warna kulit tidak berpengarus pada kriting atau lurusnya rambut yang dimiliki oleh individu.
(Referensi teori Hukum Mendel diambil dari modul kuliah Hukum Mendel oleh: dr. Pratika Yuhyi Hernanda, Msc lulusan Erasmus University Rotterdam, Netherland (Belanda) dalam bidang keahlian Genetics Epidemiology dan bekerja sebagai dosen di Universitas Wijaya Kusuma dalam bidang Medical Genetics)
Jadi, inti dari Hukum Mendel adalah mengenai cara kerja gen dalam pewarisan sifat dan variasi karakter individu.
            Dalam bahasan yang lebih jauh lagi, mungkin banyak yang bertanya-tanya mengenai apa sebenarnya hubungan antara Hukum Mendel dengan kehidupan? Pada manusia, ada banyak kelainan-kelainan yang mengikuti pola pewarisan Hukum Mendel. Para peneliti menemukan bahwa ada ribuan kelainan genetik diwariskan secara resesif atau tertutupi oleh alel dominan sehingga tak terekspresikan yang membuat kelainan itu terlambat didiagnosis. Kemudian ada istilah heterozigot yaitu individu yang memiliki fenotif (sifat tampak secara fisik) yang tidak jelas dan mereka diidentifikasi sebagai individu karier (pembawa kelainan) yang akan menurunkan alel resesif (gen dengan kelainan) pada keturunannya dan individu karier adalah individu normal karena ia hanya berperan sebagai pembawa dari gen yang mengandung kelainan, akan tetapi gen itu bersifat resesif karenanya kelainan yang dibawa sulit untuk dilacak. Kelainan itu kelak akan diturunkan pada keturunanya. Kemudian akibat dari sifat kelainan genetik yang tak terdistribusi secara merata, maka pada keturunan dari individu pembawa (karier), kelinan itu dapat muncul sewaktu-waktu. Jadi, peran Hukum Mendel dalam kehidupan manusia adalah untuk mendeteksi probabilitas fenotif spesifik yang dapat memunculkan kelainan dari gen yang diwariskan oleh individu karier. Contohnya adalah untuk mendeteksi probabilitas anak yang menderita buta warna dari kedua orang tua yang memiliki gen buta warna resesif. Dengan mengetahui probabilitas itu, maka dalam perencanaan untuk berkeluarga dan memiliki anak, individu yang berperan sebagai pembawa (karier) dapat menyusun pertimbangan yang matang agar keturunannya tidak memiliki kelainan (gen yang membawa kelainan tidak terekspresikan pada fenotif keturunannya).
            Dewasa ini, Hukum Mendel terus berkembang dan bukan hanya dijadikan sebagai pedoman dalam konsultasi keluarga dan perkawinan seperti penerapan prinsip pendeteksian probabilitas fenotif spesifik, tetapi juga digunakan dalam penelitian tentang tingkat usia seseorang dan penetian tentang mutasi gen yang menghasilkan gen yang kebal terhadap beberapa penyakit kronis. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh Giuseppe Passarino, seorang ahli genetika dari Universita ‘della Calabria dan timnya yang melakukan penelitian di wilayah Italia, Ekuador, California, Pensylvania, dan New York terhadap orang-orang yang berusia diatas 100 tahun dan mendekati 100 tahun yang masih memiliki fisik yang bugar dan ingatan yang baik. Dari penelitian itu, Passarino dan timnya berhasil menemukan mutasi gen yang tampaknya mencegah penyakit yang paling sering menimbulkan kematian di usia lanjut. Metode yang digunakan adalah implementasi dari Hukum Mendel dengan menelusuri sejarah keturunan, cangkupan gen, serta analisis terhadap isolasi gen akibat kondisi geografis dan budaya setempat. Hingga akhirnya para peneliti berhasil sampai di akar beberapa keturunan (ras) yang dianggap sebagai ras unggul yang memiliki gen yang mampu mencegah penyakit-penyakit kronis. Berikut adalah hasil penelitiannya:

Tabel 1.1, Hasil Penelitian Giuseppe Passarino dan Timnya (dipublikasikan di Majalah National Geographic edisi Mei 2013 hal. 39)
Gen dengan mutasi
Ras yang memgalami mutasi
Penyakit yang dapat dicegah
CETP & APOC-3
Yahudi Ashkenazi, Keturunan Yahudi Eropa Tengah.
Mencegah tekanan darah tinggi dan menurunkan risiko Alzheimer
GHR, mutasi ini menhalangi hormon pertumbuhan insulin dan menyebabkan kekerdilan
Penderita Sindrom Laron di wilayah Ekuador
Menghambat penyakit diabetes dan kanker
APOC-3
Amish Ordo Lama, anggota ordo yang sangat mengelompok ini diteliti di Lancaster Pennsylvania
Menurunkan kadar kolesterol dalam darah secara drastic
FOXO3a
Orang Amerika keturunan Jepang
Pada kaum pria, mutasi gen ini menurunkan kemungkinan kanker dan penyakit jantung. Gen FOXO ini diduga menjadi faktor utama dari umur panjang.

            Mungkin sekarang banyak yang bertanya-tanya, apakah ada hubungan antara Hukum Mendel dengan Psikologi Pendidikan? Tentu jawabannya ada, hubungan antara Hukum Mendel dengan Psikologi Manusia adalah Hukum Mendel merupakan hukum yang berlaku untuk pewarisan sifat-sifat melalui gen dan dalam gen juga terkandung benih-benih bakat dari individu yang baru terlahir ke dunia sebagai seorang anak. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah untuk menumbuh kembangkan pontesi anak didik. Dengan mengetahui konsep dasar dari Hukum Mendel tentang pewarisan sifat, maka diharapkan bahwa para pendidik di sekolah maupun perguruan tinggi mampu memandang setiap peserta didiknya sebagai individu yang memiliki keunikan atau kekhasan tersendiri dan memiliki potensi yang menunggu siraman air dari sungai pengetahuan agar potensi itu bisa tumbuh dan mekar secara maksimal. Dengan demikian, sistem pendidikan yang ideal tentunya dapat terwujud bagi semua anak didik.
(Referensi teori diambil dari resume buku: Mustaqim dan Abdul Wahid. 1991. “Psikologi Pendidikan.” Jakarta: Rineka Cipta resuman oleh Ruby Andriny Mahasiswa FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2010 hal. 7)


“Semangat Memajukan Sistem Pendidikan di Indonesia!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar