TEORI
ANALITIK JUNG
“Orang
hidup dibimbing oleh tujuan-tujuan maupun sebab-sebab”
~Carl
Gustav Jung
Carl Gustav Jung lahir
pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswyl, suatu kota di kawasan Lake Constance di
Canton Thurgau, Swiss dan besar di Basel. Ayahnya adalah seorang pendeta pada
Gereja Reformasi Swiss. Jung masuk universitas Basel dengan tujuan untuk
menjadi seorang ahli bahasa kuno dan jika mungkin menjadi seorang arkeolog,
namun suatu mimpi membangkitkan minatnya dalam studi ilmu-ilmu alam dan secara
kebetulan dalam ilmu kedokteran.
Setelah
lulus, dia bekerja di Burghoeltzli Mental Hospital di Zurich di bawah bimbingan
Eugene Bleuler, seorang pakar dan penemu skizofrenia. Tahun 1903, dia menikahi
Emma Rauschenbach. Dia juga mengajar di University of Zurich, membuka praktik
psikiatri dan menemukan beberapa istilah yang masih tetap dipakai sampai
sekarang.
Jung
sangat mengagumi Freud, dan berkesempatan bertemu pada tahun 1907. Pada
pertemuan pertama itu, Freud membatalkan kegiatannya dan mereka
berbincang-bincang selama 13 jam. Dampak pertemuan ini sangat luar biasa bagi
kedua pemikir ini. Freud akhirnya menyadari bahwa Jung-lah “Putra Mahkota”
psikoanalisis dan pewaris takhtanya.
Namun
Jung tidak sepenuhnya berpegang pada teori Freud. Hubungan mereka merenggang
pada tahun 1909, sewaktu keduanya pergi ke Amerika. Dalam sebuah pertemuan,
keduanya berdebat panjang tentang pandangannya masing-masing dan Freud mulai
membantah analisis Jung dengan kecaman-kecamannya.
Perang
Dunia Pertama adalah masa-masa menyakitkan bagi Jung. Tapi pada masa ini
pulalah, Jung melahirkan teori-teori kepribadian yang dikenal sampai sekarang. Setelah
perang berakhir, Jung melakukan perjalanan ke berbagai negara, misalnya, ke
suku-suku primitif di Afrika, Amerika dan India. Dia pensiun pada tahun 1946
dan menarik diri dari kehidupan umum setelah istrinya meninggal di tahun 1955.
Carl Gustav Jung meninggal pada tangga 6 Juni 1961 di Zurich.
Meskipun
teori kepribadian Jung biasanya dipandang sebagai teori psikoanalitik karena
tekanannya pada proses-proses tak sadar, namun berbeda dalam sejumlah hal
penting dari teori kepribadian Freud. Dalam pandangan Jung tentang manusia, ia
menggabungkan teleologi dan kausalitas. Tingkah laku manusia ditentukan tidak
hanya oleh sejarah individu dan ras (kausalitas) tetapi juga oleh tujuan-tujuan
dan aspirasi-aspirasi individu tersebut (teleologi). Jung berpendapat bahwa
baik masa lampau sebagai aktualitas maupun masa depan sebagai potensialitas
sama-sama membimbing tingkah laku individu di zaman sekarang (saat ini).
Mengutip kata-kata Jung, “orang hidup dibimbing oleh tujuan-tujuan maupun
sebab-sebab”. Penekanan pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia, jelas
menjadikan Jung berbeda dengan Freud. Bagi Freud, hanya ada pengulangan yang
tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, ada
perkembangan yang konstan dan seringkali kreatif, pencarian kearah
keparipurnaan dan kepenuhan, serta kerinduan untuk lahir kembali.
A.
Struktur
kepribadian
Keseluruhan kepribadian terdiri dari
sejumlah sistem yang berbeda namun saling berinteraksi. Sistem – sistem yang
terpenting adalah ego, ketidaksadaran pribadi beserta komples – kompleksnya,
ketidak sadaran kolektif beserta arketipus-arketipusnya, persona, anima dan
animus dan bayang
– bayang
A.1. Ego
Ego adalah jiwa dasar yang terdiri dari
persepsi – persepsi, ingatan – ingatan, pikiran – pikiran, dan perasaan –
perasaan sadar. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang,
dilihatdari diri pribadi ego dipandang berada pada kesadaran.
A.2. Ketidaksadaran pribadi
Ketidaksadaran pribadi adalah daerah yang
berdekatandengan ego. Ketidak sadaran terdiri dari pengalaman – pengalaman yang
pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau
diabaikan serta pengalan yang lemah untuk menciptakan kesan pada diri sang
pribadi.
Kompleks
adalah kelompok yang terorganisasi atau konstelasi perasaan, pikiran,
persepsi dan ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks
memiliki inti yang mengkonstelasikan berbagai pengalaman ke arahnya.
Suatu kompleks bisa bertindak sebagai
kepribadian otonom yang memiliki kehidupan jiwa dan sumber penggeraknya
sendiri. Ia bisa memegan control atas kepribadian dan menggunakan psikhe untuk
tujuannya sendiri, sebagaimana Tolstoy pernah dikatakan didominasi oleh ide simplifikasi sedangkan Napoleon oleh
nafsu kekuasaan.
A.3. Ketidaksadaran kolektif
Ketidaksadaran kolektif
adalah gudang bekas –bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau
leluhur seseorang, masa lampau yang meliputi tidak hanya sejarah ras manusia
sebagai suatu spesies tersendiri tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek
moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikik perkembangan
evolusi manusia, sisa yang menumpuk selama banyak generasi. Jung
menghubungkan sifat universal
ketidaksadaran kolektif dengan kesamaan struktur otak pada semua ras manusia
dan kesamaan ini sendiri disebabkan oleh evolusi umum.
Ingatan – ingatan atau
representasi – representasi ras tidak diwariskan begitu saja, tetapi kita
mewarisi kemungkinan menghidupkan kembali pengalaman – pengalaman generasi –
generasi masa lampau. Itulah kecenderungan yang membuat kita bereaksi terhadap
dunia secara selektif. Kecenderungan – kecenderungan ini diproyeksikan pada
dunia. Misalnya karena manusia selalu mempunyai ibu, pengetahuan tentang ibu
yang diperoleh secara individual merupakan pemenuhan suatu kemampuan yang
diwariskan yang telah dibentuk dalam otak manusia oleh pengalaman – pengalaman
ras masa lampau. Ide- ide tertentu mudah terbentuk karena kecenderungannya
sudah tertanam kuat dalam otak dan hanya butuh sedikit perkuatan lewat pengalan
individu menjadikannya muncul dalam kesadaran dan mempengaruhi tingkah laku.
Jug menegaskan bahwa pewarisan ingatan promordialini sama saja dengan menghayal
evolusi dan pewarisn otak.
Ketidaksadaran kolektif
merupakan fondasi ras yang diwariskan dalam keseluruhan struktur kepribadian.
“bentuk dunia dimana ia dilahirkan telah dilahirkan dalam dirinya dalam bentuk
sebuah gambaran yang sebenarnya” (Jung, 1945,hlm.188). gambaran yang sebenarnya
ini menjadi persepsi atau ide konkret lewat identifikasi dirinya dengan objek –
objek di dunia yang sesuai dengan ga,bar itu.
“ketidaksadaran
memiliki kemungkinan – kemungkinan yang dipisahkan dari alam sadar, karena
dengan dipisahkan itu ia mendapatkan semua materi yang bersifat subminal, yakni
semua hal yang telah dilupakan atau diabaikan, maupun kearifan yang tertanam
dalam organ – organ arkhetipenya” (Jung,1943, hlm. 144).
ARKHETIPE – ARKHETIPE. Komponen –
komponen structural dari ketidaksadaran kolektif disebut dengan berbagai nama:
arkhetipe – erkhetipe, dominan – dominan, gambara – gambaran primordial, imago
– imago, gambaran – gambaran mitologis dan pola – pola tingkah laku(Jung,
1943). Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran menciptakan gambaran atau visi
yang dalam kehidupan sadar normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi.Asal
usul arkhetipe merupakan suatu deposit permanen dalan jiwa dari suatu
pengalaman yang secara konstan terulang selama banyak generasi.
Arkhetipe – arkhetipe berfungsi sebagai
pusat – pusat energy raksasa yang bersifat otonom dan yang cerderung menghasilkan
pengulangan dan peluasan pengalaman – pengalaman yang sama. Berger (1977)
menyatakan bahwa arkhetipe – arkhetipe pada manusia merupakanpadanan detector –
detector, bentuk yang belum lama berselang ditemukan pada bintang yang lebih
rendah. Arkhetipe – arkhetipe tidak harus terpisah satu sama lain dalam
ketidaksadaran kolektif. Mereka justru saling meresapi dan saling berfusi.
Inti dari suatu kompleks bisa berupa
arkhetipe yang menarik pengalaman – pengalaman kearah dirinya. Selanjutnya
arkhetipe dapat menembusi kedalam kesadaran lewat pengalan – pengalaman yang
saling terkait.
A.4. Persona
Persona adalah topeng yang dipakai sang
pribagi sebagai respon terhadap tuntutan – tuntutan kebiasaan dan tradisi
masyarakat, serta kebutuhan – kebutuhan arketipal sendiri (Jung,1945).Tujuan
topeng adalah untuk menciptakan kesan tertentu pada orang lain dan,seringkali
meski tidak selalu ia menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.
Apabila ego mengidentifikasikan diri
dengan persona maka individu menjadi lebih sadar akan bagian yang dimainkannya
dari pada terhadap perasaan – perasaannya yang sebenarnya. Ia menjadi
manusiatituan belaka, sekedar pantulan masyarakat, bukan seorang manusia
otonom.
A.5. Anima dan Animus
Jung
mengaitkan sisi feminim kepribadian pria dan sisi feminism kepribadian
wanita dengan arkhetipe – arkhetipe. Arkhetipe feminism pada pria disebut
anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus (Jung, 1945, 1945b).
arkhetipe – arkhetipe ini, kendati bisa ditentukan oleh kromosom jenis dan
kelenjar seks adalah produk dari pengalaman – pengalaman ras pria dengan wanita dan wanita dengan
pria.
Arkhetipe – arkhetipe juga berperan
sebagai gambaran – gambaran kolektif yang memotivasikan masing – masing jenis
untuk tertarik kepada dan memahami anggota lawan jenisnya. Pria memahami kodrat
wanita berdasarkan animanya, wanita memahami kodrat pria berdasarkan animusnya.
A.6. Bayang-Bayang
Arkhetipe
bayang-bayang tediri dari insting-insting binatang yang diwarisi manusia dalam
evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah (Jung, 1984a).
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Apabila
bayang-bayang diproyeksikan keluar, maka ia akan menjadi iblis atau musuh. Sisi
bayang-bayang dari kepribadian yang berasal dari suatu arkhetipe merembesi
aspek-aspek dari ego maupun sebagian besar isi ketidaksadaran pribadi.
A.7. Diri
(self)
Diri
adalah pusat kepribadian, dimana semua
sistem lain terkonstelasikan. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan
kepribadian dengan kesatuan., keseimbangan, dan kestabilan pada kepribadian.
Diri
adalah tujuan hidup, suatu tujuan yang terus-menerus diperjuangkan orang tetapu
yang jarang tercapai. Ia memotivasi tingkah laku manusia dan menyebakan orang
mencari kebulatan melalui cara-cara yang disediakan oleh agama.
Ponsep
tentang diri mungkin merupakan penemuan psikologi Jung yang paling penting dan
merupakan puncak penelitian-penelitiannya yang intensif tentang
akrhetipe-arkheetipe.
Apabila
kita melukiskan kesadaran dengan ego sebagai pusatnya sebagai lawan dari
ketidaksadaran, dan apabila sekarang kita menambahkan pada gambaran jiwa kita
pengasimilasian ketidaksadaran, maka kita dapat memandang asimilasi ini sebagai
semacam aproksimasi antara kesadaran dan ketidaksadaran, dimana pusat seluruh
kepribadian tidak lagi terletak pada ego tetapi pada suatu titik tengan antara
kesadaran dan ketidaksadaran. Ini akan menjadi titik dari suatu keseimbangan
yanga baru, suatu pusat baru dari seluruh kepribadian, suatu pusat sejati
karena letaknya yang ditengah-tengah kesadaran dan ketidaksadaran,memberikan
pada kepribadian suatu fondasi baru yang lebih kokoh (Jung, 1945, hlm. 219).
A.8. Sikap
Jung
membedakan dua sikap atau orientasi utama kepriadian, yakni ekstraversi dan
introversi. Sikap eksrtaversi mengarahkan sang priadi ke dunia luar yang
bersifat objektif. Sedanggkan sikap introversi mengarahkan seseorang ke dunia
dalam yang bersifat subjektif (1921).
Kedua
sifat berlawanan ini ada dalam kepribadian akan tetapi biasanya salah satu di
antara keduanya bersifat dominan dan sadar, sadangkan yang lainnya bersifat
kurang dominan dan tidak sadar. Apabila ego lain bersifat ekstravert dalam
relasinya dengan duni, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert.
A.9. Fungsi
Ada empat fungsi psikologis fundamental
yaitu : pikiran, perasaan, pendirian, dan intuisi. Dengan berpikir menusia
berusaha memahami hakikat dunia dan dirinya sendiri. Dengan perasaan memberikan
kepada manusia pengalaman-penngalaman subjektifnya tentang kenikmatan, rsa
sakit, amarah, ketakutan, kesedihan,
kegembiraan,dan cinta. Pendirian menghasilkan fakta-fakta konkret atau
bentuk-bentuk representasi dunia. Sedangkan orang yang intuitif dapat melampaui
fakta-fakta,perasaan-perasaan, dan ide-ide dalam mencari hakikat dari suatu
kenyataan.
Meskipun setiap orang mempunyai keempat
fungsi tersebut, namun keempatnya tidak harus berkembang sama baiknya. Biasanya
salah satu diantara keempat fungsi tersebut berkembang jauh melampaui ketiga
fungsi yang lain, dan memainkan peran yang lebih menonjol dalam kesadaran atau
biasa disebut fungsi superior.
Sedangkan fungsi yang paling tidak berkembang dari keempat fungsi tersebut
disebut fungsi inferior. Apabila
keempat fungsi tersebut ditempatkan dengan jarak yang sama antara satu dengan
yang lain pada keliling sebuah lingkaran, maka pusat lingkaran itu merupakan
sintesis dari keempat fungsi yang berkembang sepenuhnya. Namun, sintesis
demikian itu hanya dapat terjadi apabila telah terjadi pengaktualisasian diri
secara sepenuhnya sehingga itu merupakan tujuan ideal yang diperjuangkan oleh
kepribadian.
A.10. Interaksi Antara Sistem-Sistem
Kepribadian
Berbagai sistem dan sikap serta fungsi
yang hendak membangun seluruh kepriadian saling berinteraksi dengan tiga cara
yang berbeda. Salah satu sistem bisa mengkompensasikan kelemahan sistem lain,
menentang sistem lain, dan dua sistem atau lebih bersatu membentuk sistesis.
Apabila ekstraversi dikecewakan , maka sikap introversi yang bersifat inferior
akan memegang kendali terhadap kepribadian dan menampilkan diri. Suatu periode
ekstraversi yang kuat biasanya diikuti oleh suatu periode tingkah laku
introversi.
Pada umumnya, semua isi kesadaran
dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran.prinsip kompensasi memberikan
semacam ekuilibrium antara unsur-unsur yang saling bertemtangan sehingga
mencegah ketidakseimbangan jiwa secara neurotis. Jung yakin bahwa suatu teori
kepribadian harus didasarkan pada prinsip pertentangan karena tegangan yan
dihasilkan oleh unsur yang bertentangan merupakan suatu hakikat kehidupan. Tanpa
tegangan, maka tidak ada energi dan akibatnya tidak ada kepribadian.
Jung
yakin bahwa unsur-unsur yang bertentangan tersebut tidak hanya saling
bertentangan, tapi juga saling menarik dan mencari. Bagaikan sepasan
suami-isteri yang saling bertengkar namun dapat dipersatukan justru oleh
perbedaan-perbedaan yang menimbulkan perselisihan tersebut.
Suatu kesatuan fungsi yang berlawanan
dapat tercapai melalui apa yang oleh Jung disebut sebagai fungsi transenden yaitu fungsi yagn menghasilkan sistesis antara sistem
yang bertentangan dan membentuk keseimbangan kepribadian yang terintegrasi yang
berpusat pada diri (self).
Contoh Interaksi di Antara Sistem
Kepribadian
Bayi
laki-laki yang dilengkapi dengan arkhetipe wanita secara instingtif akan
tertarik dengan wanita pertama yang dialaminya, biasanya adalah ibunya sendiri.
Selanjutnya, akan terbentuk suatu hubungan akrab akan terbentuk.akan tetapi
ketika anak tersebut bertambah besar, ikatan dengan ibunya akan dirasakan
semakin membatasi ddan mengecewakan,
bahkan mungkin dapat membahayakan anak sehingga kompleks ibu dan sifat
kefeminiman yang sudah terbentuk akan direpresikan ke dalam ketidaksadaran
pribadi.
Jung mengatakan bahwa sebagian besar
ketidakmampuan menyesuaikan diri disebabkan oleh perkembangan kepribadian yang
tidak seimbang dan mengabaikan sisi-sisi penting dari kodrat manusia. Bagi
Jung, kepribadian merupakan suatu struktur yang sangat kompleks. Tidak hanya
karena memiliki banyak komponen, jumlah arkhetipe-arkhetipe, dan
kompleks-kompleks, tetapi juga karena interaksi yang rumit dan sulit antara
komponen-komponen tersebut. Tidak ada teoritikus kepribadian lain yang telah
mengemukakan deskripsi yang begitu kaya dan kompleks tentang struktur
kepribadian.
B.
Dinamika kepribadian
Jung memandang
kepribadian atau psikhe sebagai sisten ebergi yang setengah tertututp. Fakta
bahwa dinamika kepribadian rentan terhadap pengaruh dan modifikasi dari sumber
luar berarti kepribadian tidak mungkin mencapai keadaan stabil secara sempurna
yang bisa terjadi kalau ia merupakan system yang sepenuhnya tertutup.
Kepribadian hanya bisa menjadi stabil secara relative.
B.1. Energi Psikis
Energy yang menjalankan
fungsi kepribadian disebut energy psikis
(Jung, 1948b). Energi psikis merupakan manifestasi energy kehidupan, yaki
energy organism sebagai system biologis. Istilah Jung untuk energy kehidupan
adalah libido, tetapi ia juga
menggunakan libido secara bergati-ganti dengan energy psikis.
Energy psikis merupakan
suatu konstruksi hipotesis, bukan suatu substansi atau gejala konkret. Energy
psikis terungkap secara konkret dalam bentuk daya actual atau potensial.
NILAI-NILAI
PSIKIS. Jumlah energy psikis yang tertanam dalam salah satu unsure kepribadian
disebut nilai dari unsure itu. Nilai
merupakan ukuran intensitas. Nilai absolute suatu idea tau perasaan tidak dapat
ditentukan. Kecuali nilai relatifnya. Salah satu cara sederhana meskipun tidak
selalu tepat untuk menentukan nilai-nilai relative adalah menenanyai seseorang
apakah ia menyukai salah satu hal melebihi satu hal lainnya.
DAYA
KONSTELASI SUATU KOMOLEKS. Observasi dan tes semacam itu meskipun mungkin
berguna untuk menentukan nilai sadar, mungkin tidak memberikan banyak
penjelasan tentang nilai tak sadar. Nilai tak sadar ini harus di tentukan
dengan menilai “daya konstelasi unsure inti suatu kompleks”. Daya konstelasi
suatu kompleks terdiri dari jumlah kelompok item yang dihubungkan oleh unsure
inti kompleks.
Cara
manakah yang bisa dipakai untuk menaksir daya konstelasi unsure inti? Jung
membicarakan tiga metode; (1) observasi langsung plus deduksi-deduksi analitik,
(2) indicator-indikator kompleks, dan (3) intensitas ungkapan emosi.
Melalui
observasi dan inferensi kita dapat mengestimasikan jumlah asosiasi yang terikat
pada suatu unsure inti. Suatu kompleks tidak selalu menyatakan diri secara
terbuka. Indicator kompleks adalah suatu gangguan tingkah laku yang menunjukan
adanya kompleks. Indicator kompleks juga muncul dalam tes asosiasi kata (word
association test). Jung menemukan kompleks pada tahun 1903 lewat eksperimen
menggunakan tes asosiasi kata (Jung 1973a).
Intensitas
reaksi emosi seseorang terhadap suatu situasi merupakan ukuran lain tentang
kekuatan suatu kompleks. Apabila jantung berdenyut lebih cepat, pernapasan
menjadi lebih dalam dan muka menjadi merah. Dengan menggabungkan gejala
fisiologis dengan tes asosiasi kata, maka kita bisa ,menentukan secara agak
tepat daya kompleks seseorang.
B.2. Prinsip Ekuivalensi
Jung mendasarkan
pandangannya tentang psikodinamika pada dua prinsip fundamental, yakni prinsio
ekuivalensi dan prinsip entropi (Jungm 1948b). prinsip ekuivalensi menyatakn
bahwa jika energy dikeluarkan utnuk menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka
jumlah yang dikeluarkan itu akna muncul di salah satu tempat yang lain dalma
system. Sarjana fisika menyebutkan prinsip ini sebagai hokum pertama
termodinamika atau prinsip konservasi neregi sebagaimana dikemukakan Helmholtz.
Prinsip ini menyatakan bahwa jika suatu nilai tertentu melemah atau menghilang,
maka jumlah energy yang diwakili oleh nilai itu, tidak akan hilang dari psikhe
tetapi akan muncul kembali dalam suatu nilai baru.
Sehubungan dengn fungsi
seluruh kepribadian, prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energy
dikeluarkan dari salah satu system, misalnya ego, maka energy itu akan muncul
pada suatu system lain, mungkin persona.
B.3. Prinsip Entropi
Prinsip entropi atau
hokum kedua termodinamika menyatakan nahwa jika dua benda yang berbeda suhunya
bersentuhan maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya lebih panas ke
benda yang suhunya lebih dingin.
Prinsip entropi
sebagaimana digunakan Jung untuk menerangkan dinamika kepribadian menyatakn
bahwa distribusi energy dalam psikhe mencari ekuilibrium atau keseimbangan.
Aliran energy yang diarahakan dari pusat yang berpotensi tinggi ke pusat yang
berpotensi lemah merupakan prinsip fundamental yang mengatur distribusi energy
di antara system kepribadian.
Kaidah umum dala
psikologi Jungian ialah bahwa setiap perkembangan yang berat sebelah dalam
kepribadian menyebabkan konflik, tegangan, tekanan, sedangkan perkembangan yang
seimbang dari semua unsure kepribadian menghasilkan keharmonisan, pengenduran
(relaxation), dan kepuasan.
Akan tetapi,
sebagaimana dikemukakan Jung, suatu keadaan keseimbangan yang sempurna adalah
keadaan dimana tidak ada energy dilepaskan karena pelepasan energy memerlukan
perbedaan dalam potensi antara berbagai komponen system.
B.4. Penggunaan Energi
Seluruh energy psikis
yang tersedia untuk kepribadian digunakan untuk dua tujuan umum. Sebagian di
antaranya dipakai untuk melakukan pekerjaan yang perlu untuk memelihara
kehidupan dan untuk oembiakan spesies. Inilah fungsi instingtif, yang dibawa
sejak lahir, seperti tampak dalam lapar dan seks.
Selanjutnya, karena
orang yang sudah tua membutuhkan leih sedikit energy, maka banyak energy
tersedia untuk kegiatan psikis.
B.5. Yang Perkembangan Kepribadian
Segi yang sangat
menonjol dari teori Jung tentang kepribadian, selain konsepsinya tentang
ketiaksadaran kolektif dengan arkhetipenya, adalah penekanannya pada sifat
mengarah ke depan dari perkembangan kepribadian.
Tujuan terakhir dapat
diringkaskan dengn istilah realisasi-diri.
Realisasi-diri berarti diferensiasi yang sangat penuh, sangat sempurna serta
perpaduan yang harmonis dari semua aspek seluruh kepribadian manusia. Itu
berarti bahwa psikhe telah mengembangkan pusat baru, yakni diri, menggantikan pusat yang lamam yakni ego.
Perkembangan tidak
hanya berhenti dengan terciptanya manusia; sama seperti manusia menunjukkan
kemajuan atas semua spesies binatang lain, demikian juga manusia yang berbudaya
menunjukkan kemajuan atas manusia primitf. Jung berpendapat bahwa masa depan
manusia begitu menarik dan menantang dan ia telah berbicara banyak tentang hal
itu dalam banyak tulisannya.
B.6. Kausalitas versus Teleologi
Ide tentang tujuan yang
membimbing dan mengarah kan nasib manusia pada hakikatnya merupakan suatu
penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis. Segi pandangan teleologis
menerangkan masa sekarang dari sudut masa depan. Sebaliknya, masa sekrang dapat
dijelaskn oleh masa lampau. Ini adalah segi pandangan kausalitasa yang
menyatakan bahwa peristiwa sekarang adalah akibat atau hasil pengaruh dari
keadaan atau sebab sebelumnya.
Jung menyatakn bahwa
kedua segi pandangan itu adalah penting dalam psikologis apabila orang mencari
pemahaman yang sempurna tentang kepribadian. Jung mengakui bahwa kausalitas dan
teleologis semata-mata merupakan cara berpikir sewenang-wenang yang digunakan
para ilmuwan untuk meyusun dan memahami gejala-gejala alamiah.
B.7. Sinkronisitas
Pada akhir hidupnya,
Jung (1952a) mengemukakan suatu prinsip yang bukan kausalitas dan juga bukan
teleologis. Ia menyebutnya prinsip
sinkronisitas. Prinsip itu diterapkan pada peristiwa yang terjadi pada saat
yang sama, tetapi peristiwa yang satu tidak disebabkan oleh yang lainnya.
Jung menunjuk banyak
literature tentang telepati jiwa, kewaskitaan, dan tipe-tipe lain gejala
paranormal sebagai bukti prinsip sinkronisitas. Gejala-gejala sinkronisitas
bisa dijelaskan berdasarkan hakikat arkhetipe. Arkhatipe dikatakan bersifat psychoid, yakni bersifat psikologis dan
fisik seklaigus. Prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa
pikiran menyebabkan materialisasi
atau terjadinya hal yang dipikirkan.
B.8. Hereditas
Pertama-tama hereditas
berkenaan dengan insting biologis yang menjalankan fungsi pemeliharaan diri dam
reproduksi. Pandangan Jung tentang insting tidak berbeda dengan pandanagn yang
dikemukakan oleh biologi modern (Jung, 1929,1948c).
Akan tetapi, Jung
menyimpang sama sekali dari pandangan bilogi modern, ketika ia menyatakan bahwa
di samping warisan insting biologis terdapat juga “pengalaman-pengalaman
leluhur”.
B.9. Tahap-tahap Perkembangan
Dalam tahun-tahun yang
paling awal, libido disalurkan dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya
tetap hidup. Sebelum usia lima tahun, nilai seksual mulai tampak dan mencapai
puncaknya selama masa adolesen. Masa muda seseorang dan awal tahun dewasa,
insting kehidupan dasar dan proses vital meningkat. Inilah periode kehidupan
belajar bekerja, kawin dan mempunyai anak dan menjadi mapan.
Mencapai usia kahir
30-an atau 40-an terjadi perubahan nilai yang radikal. Peralihan ini merupakan
peristiwa yang sangat menentukan dalam kehidupan seseorang. Jung telah banyak
berhasil merawat orang berusia setengah baya yang energinya gagal menentukan
penyaluran yang memuaskan (Jung, 1931a).
B.10. Progresi dan Regresi
Perkembangan dapat
mengikuti gerak maju, progresif, atau gerak mundur, regresif. Progresi oleh
Jung dimaksudkan bahwa ego sadar menyesuaikan diri secara memuaskan baik
terhadap tuntutan lingkungan luar maupun tergadap kebutuhan ketidaksadaran.
Regresi adalah antithesis dari progresi. Akan tetapi, Jung yakin bahwa
pemindahan energy yang regresif tidak harus menghasilkan akibat secara tetep
buruk atas penyesuaian diri.
B.11. Proses Individuasi
Perkembangan adalah
mekarnya kebulatan asli yang tidak berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada
saat dilahirkan. Tujuan terakhir pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk
merealisasikan tujuan ini, perlu banyak berbagai system kepribadian
berdiferensiasi secara semourna dan berkembang sepenuhnya.
Untuk memiliki
kepribadian yang sehat dan terintergrasi, setiap system harus dibiarkan
mencapai tingkat diferensiasim perkembangan, dan pengungkapan yang paling
penuh. Proses untuk mencapai ini disebut proses individuasi (Jung, 1939, 1950).
B.12. Fungsi Transenden
Apabila keanekaragaman telah dicapai
lewat proses individuasi, maka system yang terdiferensiasi itu kemudian
diintegrasikan oleh fungsi transenden
(Jung, 1916b). Fungsi ini memiliki kapaistas untuk mempersatukan semua
kecenderungan yang saling berlawanan dalam beberapa system dan bekerja menuju
tujuan yang ideal yakni kebulatan sempurna (diri). Tujuan dari fungsi
transenden adalah pengungkapan pribadi yang esensial dan “realisasi kepribadian
dalam semua aspeknya yang mula-mula tersembunyi dalam cairam sel telur,
produksi dan penyingkapan dari kebulatan yang original dan potensial” (Jung,
1943, hlm. 108).
B.13.
Sublimasi dan Represi
Energy psikis dapat diganti. Ini berarti energy
psikis dapat dipindahkan dari salah satu proses dalam suatu system tertentu ke
proses lain dalam system yang sama tau dalam system yang berbeda. Pemindahan
ini dilakukan menurut prinsip dinamik dasar. Apabila pemindahan ini dikuasai
oleh proses individuasi dan fungsi transenden disebut sublimasi. Sublimasi merupakan pemindahan energy dari proses yang
lebih primitive, instingtif, dan yang lebih tinggi dan lebih berdiferensiasi.
Apabila pelepasan energy terhambat, entah melalui
saluran instingtif atau saluran yang telah disublimasikan maka dikatakan bahwa
energy itu direpresikan. Energy yang
dipresikan tidak begitu saja hilang; ia harus pergi ke salah satu tempat lain
menurut prinsip konservasi energy. Pada akhirnya, ia akan menuju
ketidaksadaran.
Sublimasi dan represi memiliki karakter yang persis
berlawanan, yaitu :
Sublimasi
|
Represi
|
Bersifat
progresif
|
Bersifat regresif
|
Menyebabkan
psyche bergerak maju
|
Menyebabkan psyche bergerak mundur
|
Menghasilkan
rasionalitas
|
Menghasilkan irasionalitas
|
Bersifat
integrative
|
Bersifat disintegrative
|
B.14.
Perlambangan
Lambang dalam psikologi Jungian mempunyai dua fungsi
utama. Di satu pihak, lambang, merupakan usaha untuk memuaskan impuls
instingtif yang terhambat; di lain pihak, lambang merupakan perwujudan bahan
arkhtipe. Akan tetapi, lambang juga memainkan peranan resistensi terhadap
impuls. Selama energy diserap habis oleh lambang, ia tidak dapat digunakan
utnuk menyalurkan impuls.
Hakikat teori Jung tentang simbolisme ditemukan
dalam kutipan ini: “Lambang bukanlah tanda yang menyelubungi sesuatu yang
diketahui setiap orang. Itu bukan arti lambang: sebaliknya, lambang merupakan
usaha untuk menjelaskan sesuatu yang sama sekali masih termasuk bidang yang
tidak diketahui atau sesuatu yang belum ada, dengan menggunakan analogi” (Jung,
1916a, hlm. 287)
Lambang adalah bentuk representasi psikhe. Lambang
tidak hanya mengungkapkan khazanah kebijaksanaan umat manuisa yang diperoleh
secara rasial dan bijaksana umat manusia yang diperoleh secara rasial dan
individual, tetapi lambang itu juga menggambarkan tingkat perkembangan yang
jauh mendahului perkembangan manusia sekarang.
Kedua aspek dari lambang, yang pertama retrospektif
dan dibimbing oleh insting, yang kedua prospektif dan dibimbing oleh tujuan
akhir umat manusia, merupakan dua sisi mata uang yang sama. Intensitas psikis
dari lambang selalu lebih besar daripada nilai penyebabnya yang menghasilkan
lambang. Intensitas psikis dari lambang adalah produk gabungan dari factor
penentu kausal dan factor penentu finalistis, dank arena itu lebih besar
daripada factor kausal semata.
C.
Penelitian
Khas dan Metode Penelitian
Jung adalah sarjana dan seorang ilmuwan.
Ia menemukan fakta-faktanya di mana-mana. Dalam sejumlah artikel dan buku, ia
mengungkapkan data empiris yang menjadi dasar teorinya. Ia lebih tertarik
kepada penemuan fakta-fakta daripada perumusan teori-teori.
C.1. Penelitian-penelitian Eksperimental
tentang Kompleks
Penelitian-penelitian pertama dari Jung
yang menarik perhatian para psikolog menggunakan gabungan antara word
association test dan gejala-gejala fisiologis emosi (Jung, 1973). Dalam word association test, suatu daftar baku
kata-kata dibacakan kepada subjek satu demi satu dan orang itu disuruh menjawab
dengan kata pertama yang muncul dalam pikirannya. Dalam eksperimen Jung,
perubahan-perubahan dalam pernapasan diukur dengan pneumograph, sedangkan daya
konduksi elektris kulit diukur dengan psychogalvanometer. Kedua pengukuran ini
memberi bukti tambahan tentang pernapasan dan resistensi kulit dipengaruhi oleh
emosi.
Jung menggunakan gejala-gejala ini unyuk
menggali kompleks-kompleks dalam diri pasien-pasien. Waktu yang lama dalam
menjawab kata stimulus ditambah dengan perubahan pernapasan dan resistensi
kulit menunjukan bahwa suatu kompleks sudah berhasil disentuh dengan kata
tersebut.
C.2. Penelitian Kasus
Dalam symbols of transformation (1952b), Jung menganalisis
fantasi-fantasi seorang wanita muda Amerika yang dikenalnya melalui suatu
artikel dari psikolog Swiss, Theodore Flournoy. Ini sama sekali bukan
penelitian kasus, begitu pula analisisnya tentang serangkaian mimpi yang
panjang dalam Psycholoy and alchemy (1944)
atau analisisnya tentang serangkaian lukisan yang dikerjakan oleh seorang
pasien dalam A study in the process of
individuation (1950). Dalam kasus-kasus ini Jung menggunakan metode perbandingan
dengan menggunakan sejarah, mitos, agama, dan etimologi untuk membuktikan dasar
akhetipe dari mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi.
C.3. Studi-studi Perbandingan tentang
Mitologi, Agama, dan ilmu-ilmu Gaib
Jung menaruh perhatian banyak pada
mitologi, agama, alkemi, dan astrologi. Ia meneliti bidang-bidang yang telah
diselidiki oleh beberapa psikolog, dan ia memperoleh banyak pengetahuan dalam
bidang-bidang yang sulit dan kompleks, seperti agama Hindu, Taoisme, Yoga,
Confucianisme, agama Krissten, astrologi, penelitian psikis, mentalitas
primitif, dan alkemi.
Jung yakin bahwa simbolisme alkemi yang
kaya mengungkapkan banyak, kalau bukan semua, arkhetipe manusia. Dalam Psychology and Alchemy (1944), ia
menyelidi suatu rangkaina luas mimpi yang dikumpulkan dari seorang pasien
(bukan pasien Jung) berdasarkan jalinan rumit dari simbolisme alkemi dan ia
menyimpulkan bahwa ciri-ciri dasar yang sama nampak pada keduanya.
Bahan klinisnya terdiri atas lebih dari
seribu mimpi dan penglihatan yang diperoleh dari seorang pemuda. Interpretasi
dari sebagian yang dipilih dari mimpi-mimpi dan penglihatan-penglihatan ini
mengisi paruh pertama buku. Sisanya berisi uraian ilmiah tentang alkemi dan
hubungannya dengan simbolisme agama.
Dengan adanya mimpi ini, menunjukan bahwa
pasien harus memindahkan ego sadarnya dari pusat kepribadian agar
dorongan-dorongan primitif yang direpresikan bisa diubah. Pasien hanya dapat
mencapai keharmonisan batin dengan mengintegrasikan semua unsur dalam
kepribadiannya, sama seperti ahli alkemi hanya dapat mencapai tujuannya (yang
tidak pernah terjadi) dengan mencampurkan secara tepat unsur-unsur dasar.
Lambang-lambang alkemi dalam mimpi menunjukan bahwa orang yang bermimpi itu
berusaha atau mengharapkan supaya dirinya diubah menjadi sesuatu yang lebih
baik.
Dalam semua mimpi terdapat pararel yang
kuat sekali antara lambang yang digunakan orang yang bermimpi untuk
mengungkapkan masalah-masalah dan tujuan-tujuannya dengan lambang-lambang yang
digunakan ahli-ahli alkemi pada abad pertengahan dalam melaksanakan tugasnya.
Yang mencolok dari rangkaian mimpi adalah gambaran yang sedikit banyak cocok
dengan aspek-aspek bahan alkemi. Jung menyimpulkan bahwa dinamika kepribadian
ahli alkemi abad pertengahan sebagaimana diproyeksikan ke dalam penelitian-penelitian
kimianya dan kepribadian pasiennya persis sama. Kesamaan dari gambaran ini
membuktikan adanya arkhetipe-arkhetipe universal. Arkhetipe-arkhetipe itu juga
diungkapkan dalam agama dan kesenian baik yang modern maupun yang primitif.
C.4. Mimpi
Jung sangat memperhatikan mimpi-mimpi.
Isi mimpi-mimpi bersifat prospektif dan retrospektif dan merupakan kompensasi
bagi aspek-aspek orang yang bermimpi yang diabaikan dalam kehidupan sadar. Ia
juga membedakan antara mimpi-mimpi “besar” dimana banyak terdapat
bayangan-bayangan arkhetipe dan mimpi-mimpi “kecil”, yakni mimpi-mimpi yang
lebih erat hubungannya dengan pikiran-pikiran sadar dari orang yang bermimpi.
METODE AMPLIFIKASI. Jung menjelaskan unsur-unsur tertentu
dalam mimpi-mimpi yang dianggap memiliki arti simbolik yang kaya. Dalam metode
ini, orang yang bermimpi diminta untuk mempertahankan unsur tersebut dan
memberinya asosiasi-asosiasi ganda. Jawaban-jawaban yang diberikannya membentuk
konstelasi sekitar unsur mimpi khusus, dan memberi banyak arti bagi orang yang
bermimpi. Jung beranggapan bahwa lambang sejati adalah lambang yang memiliki
banyak muka dan sama sekali tidak pernah dapat diketahui maknanya.
METODE RANGKAIAN MIMPI. Jung telah mengembangkan metode lain
untuk mengintepretasikan mimpi-mimpi. Daripada hanya satu mimpi, Jung
menggunakan suatu rangkaian mimpi yang diperoleh dari seseorang. Dalam
psikologi, hal ini disebut metode konsistensi internal, dan digunakan secara
luas untuk bahan kualitatif, seperti mimpi-mimpi, cerita-cerita, dan fantasi-fantasi.
Penggunakan metode ini dengan sebaik-baiknya diperlihatkan Jung dalam bukunya Psychology and alchemy (1994) di mana
suatu rangkaian mimpi yang sangat panjang dianalisis.
METODE IMAJINASI AKTIF. Dalam metode ini subjek disuruh
memusatkan perhatiannya pada gambaran mimpi yang mengesankan tetapi tidak dapat
dimengerti, atau pada gambaran visual yang spontan dan mengamati apa yang
terjadi dengan gambaran itu. Kemampuan-kemampuan untuk mengkritik harus
ditangguhkan, dan peristiwa-peristiwa itu diamati dan dicatat dengan
sungguh-sungguh objektif. Apabila kondisi-kondisi ini diamati dengan tekun,
maka gambarannya biasanya akan mengalami suatu suatu rangkaian perubahan yang
menjelaskan sejumlah besar bahan tak sadar.
Jung menunjukan bahwa menggambar, melukis
dan mematung dapat digunakan untuk melukiskan aliran iamji-imaji.
Fantasi-fantasi yang ditimbulkan oleh imajinasi aktif biasanya memiliki bentuk
yang lebih baik daripada mimpi-mimpi pada malam hari, karena fantasi-fantasi
tersebut diterima oleh kesadaran dalam keadaan juga bukan dalam keadaan tidur.
D.
Evaluasi
terhadap Teori Jung
D.1. Kelebihan teori Jung
a)
Dapat
menyelidiki sejarah manusia tentang asal usul ras dan evolusi kepribadian
Jung
berpendapat bahwa sejarah manusia itu dari nenek moyang kita. Sehingga evolusi
kepribadian manusia sangat erat kaitannya dengan nenek moyang dan pengaruh
–pengaruhnya. Maka dari itu Jung menjelaskan bahwa kepribadian manusia itu
tidak lepas dari keberadaan leluhur-leluhur kita.
b)
Dapat memberi
ide-ide yang brilian terhadap konsep kepribadian.
Memang
Jung itu tidak banyak dikenal dalam tulisan-tulisan. Tetapi Jung lebih banyak
memberi masukan ide mengenai tulisan tersebut. Ide yang Jung dapatkan biasanya
secara tidak sengaja atau spontan yang
kebetulan pikiran Jung itu sama dengan pikiran orang pada waktu itu. Akibat
iklim intelektual yang sedang berlaku ternyata ide Jung itu menyebar luas.
Contoh ide tersebut adalah konsepsi
tentang releasi diri. Konsepsi tersebut banya ditemukan di tulisannya
Gold-Stein, Rogers,Angyal,Allport dll. Jung tidak pernah tercantum namanya
dalam tulisan tersebut, hal ini tidak berarti bahwa Jung tidak berpengaruh ,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Bisa jadi mereka meminjam ide Jung
secara tidak sadar.
c)
Keberanian dan
keaslian pemikiran jung tidak ada yang menyamainya.
d)
Dalam sejarah
perkembangan teori Jung memang terkenal teori yang beda dengan yang lain. Jung
berani mengungkapkan sisi lain dibalik kepribadian manusia. Jung menyebutnya
“Jiwa Manusia”. Dengan bertumbuhnya
kecendurungan masyarakat Barat khususnya orang muda yang berfikir kearah introvensi,
fenomenologi, eksistensialisme,
meditai, kerohanian, ilmu mistik, ilmu gaib. Maka pendapat Jung akhir-akhir
tahun ini mendapat tanggapan positif.
D.2. Kekurangan teori Jung
a)
Teori jung banyak
mendapat kritikan dari ilmuan psikodinamis lainnya.
Teori
jung banyak ditentang karena Jung menjelaskan teori itu tidak tepat. Misalkan
saja Beberapa elemen dari ketidakskhuadaran kolektif menjadi sangat berkembang
kemudian disebut sebagai arketipe – arketipe. Pengertian arketipe yang paling
meluas adalah gagasan mengenai realisasi diri (self realization), yang hanya
bisa dicapai dengan adanya keseimbangan antara dorongan-dorongan kepribadian
yang berlawanan. Jadi, teori Jung mengungkapkan mengenai teori-teori yang
berlawanan. Kepribadian seseorang meliputi introver dan ekstrover, rasional dan
irrasional, laki-laki dan perempuan, kesadaran dan ketidaksadaran, serta
didorong oleh kejadian-kejadian di masa laluyang ditarik oleh harapan-harapan
di masa depan. Padahal teori itu tidak dapat dibuktikan dan Jung cenderung
tidak memiliki konsep perkembangan yang menerangkan pertumbuhan jiwa.
b)
Teori ini lebih
menjelaskan fenomena kepribadian dengan kekuatan gaib.
Teori Analitik Carl
Jung berasumsi bahwa fenomena yang berhubungan dengan kekuatan ghaib atau magic bisa dan memang berpengaruh pada kehidupan
semua manusia. Jung percaya bahwa setiap dari kita termotivasi bukan hanya oleh
pengalaman yang ditekan, namun juga oleh pengalaman emosional tertentu yang
dipengaruhi oleh para leluhur yang sekarang disebut sebagai ketidaksadaran
kolektif. Adanya ketidaksadaran kolektif pada teori Analitik Jung sekaligus
menjadi pembeda paling mendasar terhadap teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Dengan
menimbulkan perasaan tidak senang dikalangan psikolog.
c)
Banyak
menggunakan simbol-simbol
Jung
dalam idenya banyak menggunakan symbol-simbol yang tidak diketahui oleh semua
orang , sehingga banyak psikolog yang tidak mengerti maksud dari ide Jung
tersebut.
d)
Orientasi yang
dibahas banyak, sedangkan pendapatnya selalu berkembang.
Jung
terkesan tidak focus ketika dia mengungkapkan satu ide , belum dipahami oleh
psikolog lainnya dia sudah mengungkapkan ide yang lain.
Gaya dari
Jung dalam mengemukakan idenya dianggap oleh banyak psikolog tidak jelas,
membingungkan dan tidak teratur. Oleh karena itu gagasan Jung banyak diabaikn
orang
Thanks to Para Penyusun:
-Hentyn Drajad
-Widya Gunawan
-Kartika Dwi Aryani
-Rio
Candra Pratama
-Siti Kuswatun Kasanah
-Stya
Watiningrum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar