Hukum Mendel adalah hukum mengenai
pewarisan sifat pada organisme. Hukum ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
Hukum pemisahan (segregasi)
Hukum
pemisahan menyatakan tiga hal pokok yaitu sebagai berikut:
· Gen
memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter
keturunannya
· Setiap
individu membawa sepasang gen, satu dari induk jantan dan satu dari induk
betina
· Jika
sepasang gen merupakan dua alel (bentuk alternatif dari gen yang mengatur
variasi karakter) yang berbeda, alel dominan akan selalu terekspresikan dan
alel resesif yang tertutupi oleh alel dominan akan tetap diwariskan ke
keturunannya
Hukum perpasangan bebas (asortasi)
Hukum
perpasangan bebas menyatakan bila individu mempunyai dua pasang atau lebih
sifat, maka akan diturunkan sepasang sifat secara bebas pada keturunannya tidak
bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen,
sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen
yang menentukan warna kulit tidak berpengarus pada kriting atau lurusnya rambut
yang dimiliki oleh individu.
(Referensi teori Hukum Mendel diambil dari
modul kuliah Hukum Mendel oleh: dr. Pratika Yuhyi Hernanda, Msc lulusan Erasmus
University Rotterdam, Netherland (Belanda) dalam bidang keahlian Genetics
Epidemiology dan bekerja sebagai dosen di Universitas Wijaya Kusuma dalam
bidang Medical Genetics)
Jadi, inti dari Hukum Mendel adalah
mengenai cara kerja gen dalam pewarisan sifat dan variasi karakter individu.
Dalam
bahasan yang lebih jauh lagi, mungkin banyak yang bertanya-tanya mengenai apa
sebenarnya hubungan antara Hukum Mendel dengan kehidupan? Pada manusia, ada
banyak kelainan-kelainan yang mengikuti pola pewarisan Hukum Mendel. Para
peneliti menemukan bahwa ada ribuan kelainan genetik diwariskan secara resesif
atau tertutupi oleh alel dominan sehingga tak terekspresikan yang membuat
kelainan itu terlambat didiagnosis. Kemudian ada istilah heterozigot yaitu
individu yang memiliki fenotif (sifat tampak secara fisik) yang tidak jelas dan
mereka diidentifikasi sebagai individu karier (pembawa kelainan) yang akan
menurunkan alel resesif (gen dengan kelainan) pada keturunannya dan individu
karier adalah individu normal karena ia hanya berperan sebagai pembawa dari gen
yang mengandung kelainan, akan tetapi gen itu bersifat resesif karenanya kelainan
yang dibawa sulit untuk dilacak. Kelainan itu kelak akan diturunkan pada
keturunanya. Kemudian akibat dari sifat kelainan genetik yang tak terdistribusi
secara merata, maka pada keturunan dari individu pembawa (karier), kelinan itu
dapat muncul sewaktu-waktu. Jadi, peran Hukum Mendel dalam kehidupan manusia
adalah untuk mendeteksi probabilitas fenotif spesifik yang dapat memunculkan
kelainan dari gen yang diwariskan oleh individu karier. Contohnya adalah untuk
mendeteksi probabilitas anak yang menderita buta warna dari kedua orang tua
yang memiliki gen buta warna resesif. Dengan mengetahui probabilitas itu, maka
dalam perencanaan untuk berkeluarga dan memiliki anak, individu yang berperan
sebagai pembawa (karier) dapat menyusun pertimbangan yang matang agar
keturunannya tidak memiliki kelainan (gen yang membawa kelainan tidak
terekspresikan pada fenotif keturunannya).
Dewasa
ini, Hukum Mendel terus berkembang dan bukan hanya dijadikan sebagai pedoman
dalam konsultasi keluarga dan perkawinan seperti penerapan prinsip pendeteksian
probabilitas fenotif spesifik, tetapi juga digunakan dalam penelitian tentang
tingkat usia seseorang dan penetian tentang mutasi gen yang menghasilkan gen
yang kebal terhadap beberapa penyakit kronis. Penelitian yang baru-baru ini
dilakukan oleh Giuseppe Passarino, seorang ahli genetika dari Universita ‘della
Calabria dan timnya yang melakukan penelitian di wilayah Italia, Ekuador,
California, Pensylvania, dan New York terhadap orang-orang yang berusia diatas
100 tahun dan mendekati 100 tahun yang masih memiliki fisik yang bugar dan
ingatan yang baik. Dari penelitian itu, Passarino dan timnya berhasil menemukan
mutasi gen yang tampaknya mencegah penyakit yang paling sering menimbulkan
kematian di usia lanjut. Metode yang digunakan adalah implementasi dari Hukum
Mendel dengan menelusuri sejarah keturunan, cangkupan gen, serta analisis
terhadap isolasi gen akibat kondisi geografis dan budaya setempat. Hingga
akhirnya para peneliti berhasil sampai di akar beberapa keturunan (ras) yang
dianggap sebagai ras unggul yang memiliki gen yang mampu mencegah
penyakit-penyakit kronis. Berikut adalah hasil penelitiannya:
Tabel
1.1, Hasil Penelitian Giuseppe Passarino dan Timnya (dipublikasikan di Majalah
National Geographic edisi Mei 2013 hal. 39)
Gen dengan mutasi
|
Ras yang memgalami
mutasi
|
Penyakit yang dapat
dicegah
|
CETP & APOC-3
|
Yahudi
Ashkenazi,
Keturunan Yahudi Eropa Tengah.
|
Mencegah tekanan darah tinggi dan menurunkan
risiko Alzheimer
|
GHR, mutasi ini
menhalangi hormon pertumbuhan insulin dan menyebabkan kekerdilan
|
Penderita
Sindrom Laron
di wilayah Ekuador
|
Menghambat penyakit diabetes dan
kanker
|
APOC-3
|
Amish
Ordo Lama,
anggota ordo yang sangat mengelompok ini diteliti di Lancaster Pennsylvania
|
Menurunkan kadar kolesterol dalam
darah secara drastic
|
FOXO3a
|
Orang
Amerika keturunan Jepang
|
Pada kaum pria, mutasi gen ini
menurunkan kemungkinan kanker dan penyakit jantung. Gen FOXO ini diduga
menjadi faktor utama dari umur panjang.
|
Mungkin
sekarang banyak yang bertanya-tanya, apakah ada hubungan antara Hukum Mendel
dengan Psikologi Pendidikan? Tentu jawabannya ada, hubungan antara Hukum Mendel
dengan Psikologi Manusia adalah Hukum Mendel merupakan hukum yang berlaku untuk
pewarisan sifat-sifat melalui gen dan dalam gen juga terkandung benih-benih
bakat dari individu yang baru terlahir ke dunia sebagai seorang anak. Salah
satu tujuan dari pendidikan adalah untuk menumbuh kembangkan pontesi anak
didik. Dengan mengetahui konsep dasar dari Hukum Mendel tentang pewarisan
sifat, maka diharapkan bahwa para pendidik di sekolah maupun perguruan tinggi
mampu memandang setiap peserta didiknya sebagai individu yang memiliki keunikan
atau kekhasan tersendiri dan memiliki potensi yang menunggu siraman air dari
sungai pengetahuan agar potensi itu bisa tumbuh dan mekar secara maksimal.
Dengan demikian, sistem pendidikan yang ideal tentunya dapat terwujud bagi
semua anak didik.
(Referensi
teori diambil dari resume buku: Mustaqim dan Abdul Wahid. 1991. “Psikologi
Pendidikan.” Jakarta: Rineka Cipta resuman oleh Ruby Andriny Mahasiswa FKIP
Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2010 hal. 7)
“Semangat Memajukan Sistem
Pendidikan di Indonesia!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar