Sabtu, 23 Februari 2013

Sunday Motivation Blog


Dari SMA ke Kuliah

Selamat hari Minggu para pemuda,
Kali ini kita akan membahas mengenai menentukan jalan hidup. Mungkin bagi temen-temen kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional, belum tahu atau masih pada galau jika sudah lulus SMA mau kuliah dimana? Di jurusan apa? Nah tenang aja, kalau masalah kuliah cukup cari jurusan yang passionnya sesuai dengan kalian. Jangan dengarkan kata orang, juga yang bakal menjalani masa-masa kuliah itu kalian bukan orang lain, apalagi bukan orang tua kalian. Kebanyakan dari kasus yang saya lihat, orang tua selalu memaksakan kehendak mereka kepada anaknya dalam hal pemilihan jurusan saat kuliah. Padahal hal tersebu dapat menghambat kreativitas sang anak bahkan membuat anak menjadi depresi dan stress dengan jurusan yang diambilnya. Nah, jika temen-temen menghadapi masalah seperti itu, berikut ada tips untuk meyakinkan orang tua kalian:
1) Yakinkan orang tua kalian mengenai jurusan yang akan kalian ambil, seperti browsing peluang kerjanya dan juga buktikan bahwa ilmu yang kalian dapat di jurusan itu bisa bermanfaat nantinya. Browsing juga masalah biaya, biasanya jika biayanya murah dan tidak memberatkan orang tua, temen-temen bisa menjadikan hal tersebut sebagai bahan pertimbangan bagi orang tua temen-temen. Coba bilang bahwa, “Pak, Bu, saya mau kuliah di jurusan ini. Mungkin nantinya saya nggak bakal bisa sekaya temen-temen saya yang kuliah di jurusan lain seperti yang Bapak dan Ibu harapkan. Tapi biayanya jauh lebih murah jika saya kuliah di jurusan ini. Nanti uang yang sudah Bapak dan Ibu siapkan bisa ditabung dulu dan nantinya ketika saya lulus uang itu ingin saya manfaatkan untuk membuka usaha sendiri, dengan demikian maka ilmu yang saya pelajari menjadi jauh lebih berguna karena bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain.”
2) Bagi yang masih ragu-ragu dalam hidup akan menjadi apa nantinya, cobalah untuk yakin pada diri kalian sendiri. Cobalah untuk yakin pada mimpi kalian sendiri. Kalian tidak akan tahu sebelum kalian mencoba. Jika hasilnya buruk itu pasti, karena kalian masih belajar. Tapi, apa hasilnya bisa bagus? Mungkin bagus, taka da yang tahu kan…hidup kalian ada di tangan kalian. Jangan ikuti jalan hidup yang membuat kalian tidak nyaman. Apalagi dunia perkulihan itu tidaklah semudah saat kalian SMA. Semuanya jauh berbeda. Jadi, jika kalian menjalani masa kuliah kalian dengan bahagia, sukses pasti dating ke genggaman kalian. Namun, bila kalian menjalani masa kuliah kalian dengan penuh rasa terpaksa karena arahan dari orang lain, nantinya kalian hanya akan menjadi orang yang terus berlomba-lomba membangun kekayaan, bukan membangun peradaban. Dan dari situlah para koruptor terlahir dari suatu paksaan ketika katakana saja dalam memilih jurusan kuliah.
Sekali lagi saya menekankan bahwa, “Ini hidupmu, Ini kisahmu, Kamulah Tuhan dalam ceritamu, Pilihlah dengan Bijak, dan Kamu pasti melihat keajaiban dating di hadapanmu.” Salam Sadar para Pemuda :D

Jumat, 22 Februari 2013

Psikologi Kultus (Bela Negara)


Psikologi Kultus
(Pancasila sebagai Bentuk Perlawanan terhadap Kultus Terorisme yang Berkembang di Indonesia)

1.        Pengertian Kultus
Kultus (cults) yang oleh para ilmuan disebut sebagai pergerakan religius baru mendapatkan banyak sorotan. Kultus merupakan suatu bentuk dari persuasi yang ektrim, yaitu suatu pemujaan terhadap kepribadian. Kultus muncul ketika seseorang menggunakan media massa, propaganda, atau metode lain untuk menciptakan figur ideal atau pahlawan dan seringkali ditemukan adanya pujian yang berlebihan pada seorang tokoh yang dikultuskan. Di Indonesia kultus digunakan untuk perekrutan anggota terorisme yang mengatas namakan agama. Padahal yang sebenarnya adalah kultus terorisme yang berkembang di Indonesia merupakan suatu pergerakan keyakinan baru yang cenderung menyimpang dari ajaran dan kaidah yang telah ada sebelumnya.
Kultus destruktif merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut suatu metode yang diterapkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk melakukan perekrutan dengan penipuan dan kontrol pikiran dalam mengindoktrinisasi pengikutnya. Sebagai contohnya adalah Osama bin Laden dan grup Al-Qaedanya merupakan grup kultus destruktif yang menggunakan seluruh teknik kontrol pikiran klasik dalam metode pelatihannya. Pelaku bom bunuh diri menjalani proses indoktrinasi yang luas dan menyeluruh, dilaporkan mereka menjalani berjam-jam dalam peti mati sambil membaca ayat-ayat suci di kuburan umum setempat. Para pelaku bom tersebut diberitahukan bahwa mereka sudah mati dan akan dipuji di surga untuk perbuatan kepahlawanannya. Seperti anggota kultus destruktif lainnya, para pengikutnya diprogram untuk berpikir dalam terminologi sederhana hitam dan putih. Selain itu mereka diajarkan untuk merendahkan setiap yang menjadi musuh mereka dan mengutuknya.
Penggunaan kultus destruktif seringkali dikaitkan dengan agama, namun yang sebenarnya agama hanyalah ibaratkan jubah atau topeng yang dijadikan kedok oleh organisasi-organisasi kultus untuk merekrut dan memperdaya pengikutnya. Metode yang paling umum digunakan adalah menafsirkan dan memanipulasi ayat-ayat suci sesuai kepentingan grupnya.


2.        Psikologi Kultus
Psikologi kultus yang dimaksud adalah berkaitan erat dengan psikologi sosial kemasyarakatan. Psikologi kultus mengkaji tentang situasi-situasi manusia, khususnya bagaimana manusia memandang dan mempengaruhi satu sama lain. Dalam kultus destruktif, seringkali dijumpai adanya suatu “pergerakan sosial”, yaitu perilaku dalam masyarakat juga memiliki pengaruh kuat terhadap sikap rasial di dalam masyarakat tersebut. Terdapat suatu bahaya di balik kemungkinan memberlakukan ide yang sama untuk penyosialisasian politik dalam skala besar. Misalnya bila kita menengok kembali kepada pergerakan Nazi di Jerman. Bagi banyak warga Jerman pada tahun 1930-an, partisipasi dalam gerakan Nazi, memperlihatkan bendera Nazi, dan terutama sapaan umum “Hell Hitler” membangun suatu ketidakkonsistenan yang jelas antara perilaku dan kepercayaan. Bagi mereka yang memiliki keraguan teradap Hitler, “sapaan umum Jerman” itu merupakan suatu alat pengondisian yang kuat. Setelah memilih melagukan sapaan itu sebagai suatu cara untuk mencapai konformitas, banyak orang merasa tidak nyaman karena adanya kontradiksi antara kata-kata dan apa yang mereka rasakan. Untuk menghindari mengatakan apa yang mereka percayai, mereka berusaha untuk membangun keseimbangan psikis mereka dengan secara sadar membuat diri mereka percaya pada apa yang telah mereka katakan (Richard Grunberger, dalam Myers, 2012). Praktik itu tidak terbatas pada rezim totaliter. Kultus terorisme yang mulai masuk dan berkembang di Indonesia pada saat ini juga memanfaatkan konformitas publik untuk membangun suatu kepercayaan pribadi yang diatur oleh organisasi dalam hal patriotisme.
Asumsi bahwa indoktrinasi sosial yang paling kuat datang melalui “pencucian otak”, suatu istilah yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi pada tahanan perang Amerika pada saat perang Korea tahun 1950. Perubahan sikap dan kepribadian yang drastis dari para penganut kultus, menggambarkan hal yang serupa. Namun, banyak orang yang beranggapan bahwa para pengikut kultus mengalami perubahan sikap ke arah yang negatif, kenyataannya para penganut kultus yang telah mendapatkan indoktrinisasi dalam waktu yang lama malah memiliki kualitas hidup yang jauh lebih tinggi daripada orang-orang kebanyakan. Sebagai contoh di tahun 1997 muncul aliran kultus yang disebut dengan “the Order of the Solar Temple” yang melarang anggotanya untuk minum minuman beralkohol, dan mewajibkan mereka untuk mengubah pola hidup mereka menjadi vegetarian, serta mengajarkan untuk bersedekah kepada orang miskin. Dengan kualitas hidup yang tinggi seperti itu, tak seorang pun yang akan menyangka bahwa lima orang anggota terakhir dari 74 anggota aliran kultus tersebut adalah pelaku bom bunuh diri di sebuah penginapan St. Casimir, Kanada. Pada saat yang bersamaan, bom bunuh diri juga terjadi di Swiss dan Perancis. Pelakunya masih sama, orang-orang yang ada kaitannya dengan “the Order of the Solar Temple”.
Mungkin muncul pertanyaan di benak kita. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Persuasi seperti apakah yang dapat membuat seseorang atau bahkan sekelompok orang sedemikian patuhnya? Apakah kita dapat membuat penjelasan disposisional dengan menyalahkan korban? Dapatkan kita mengabaikan mereka karena mereka mudah ditipu dan dalam kondisi yang tidak seimbang? Tentu ada cara untuk mengatasi semuanya itu. Dalam psikologi umum, seseorang biasanya meninternalisasi komitmen yang dibuat secara sukarela di depan umum dan diulang-ulang. Nampaknya, para pemimpin kultus mengetahui hal itu.
Seseorang yang baru saja masuk dalam sebuah gerakan akan segera belajar bahwa keanggotaannya bukanlah hal yang main-main. Mereka segera saja akan menjadi anggota yang aktif. Ritual yang dilakukan, rekruitmen anggota, dan penggalangan dana akan menguatkan identitasnya sebagai anggota. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan dalam percobaan psikologi sosial, seorang akan mempercayai apa yang ia saksikan (Aronson & Mills dalam Myers, 2012), dengan demikian maka para anggota baru kultus tadi akhirnya menjadi pendukung yang kuat bagi pemimpin kultus tersebut.
Bagaimana seseorang didorong untuk membuat komitmen pada hal-hal yang mengubah hidup mereka secara drastis? Jarang sekali hal tersebut terjadi secara mendadak, melainkan dilakukan dengan keputusan yang disadari sepenuhnya. Seseorang bukan hanya memutuskan, “saya sudah pernah menjadi pemeluk agama yang besar. Sekarang saya akan mencari kepercayaan pada sekte yang baru”. Disisi lain, pihak yang berusaha mendapatkan pengikut juga tidak sembarangan untuk mengajak orang. Strategi untuk mendapatkan anggota baru sering kali menggunakan prinsip “the foot in the door”. Pihak yang mencari pengikut akan dengan sengaja mengundang calon anggotanya dalam sebuah acara, misalnya jamuan makan malam, atau mengundangnya bergabung dalam kelompok akhir pekan yang menyenangkan dan melibatkan calon anggotanya dalam diskusi filosofi hidup. Ketika retret akhir pekan mereka akan semakin melibatkan calon anggota dalam berbagai aktivitas bersama. Calon anggota yang potensial akan diminta untuk mengikuti retret yang lebih panjang. Pola perekrutan ini dimulai dari hal yang sederhana dan secara bertahap sampai pada hal yang sulit. Pada puncaknya, calon anggota atau telah menjadi anggota akan diminta untuk mengajak dan berusaha membuat orang lain mengikuti keyakinan gerakan tersebut.
Sebuah kultus yang sukses biasanya mempunyai pemimpin yang berkharisma, seseorang yang menarik dan dapat mengarahkan anggotanya. Dalam sebuah eksperimen tentang persuasi, seorang komunikator yang kredibel adalah seorang yang dianggap ahli dan dapat dipercaya oleh pendengar, sebagai contoh Osama bin Laden. Osama bin Laden memperoleh kepercayaan dari pengikutnya karena ia dianggap pahlawan oleh banyak pemuda di Arab setelah perang antara Afganistan dan Uni Soviet berakhir. Selain dikenal karena reputasi yang dimilikinya, Osama juga seorang yang ahli dalam bidang manajemen, ia lulusan dari Universitas King Abdul Aziz di Jeddah. Selain itu Osama juga piawai dalam menafsirkan ayat-ayat suci. Semua hal tersebut merupakan daya tariknya dalam membangun suatu gerakan kultus. Dengan reputasi dan keahliannya itu, dengan cepat ia memperoleh kontak serta koneksi, bahkan kepercayaan dari orang-orang yang tergabung dalam kelompok Al-Qaeda yang dibetuknya.
Kepercayaan adalah aspek lain dari kredibilitas. Peneliti kultisme Margaret Singer mencatat bahwa kaum pemuda dari golongan ekonomi menengah lebih mudah dipengaruhi dalam rekrutmen karena mereka mudah percaya. Mereka tidak mempunyai “kecerdasan jalanan” seperti kaum pemuda dari golongan ekonomi kelas bawah dan kewaspadaan dari kaum pemuda golongan ekonomi kelas atas yang senantiasa diperingatkan tentang penculikan sejak masih kecil. Kebanyakan anggota pergerakan kultus direkrut oleh teman atau kerabat, serta orang yang mereka percayai (Singer dalam Myers, 2012).
Selain memanfaatkan aspek kepercayaan, pesan dalam suatu pengkultusan adalah salah satu dari daya tarik yang digunakan gerakan kultus dalam rekrutmen anggotanya. Sesuatu yang jelas, pesan yang emosional, kehangatan, dan penerimaan yang diberikan oleh kelompok gerakan kultus pada orang yang kesepian dan tertekan dapat menjadi terpikat. Perekrutan sering dilakukan pada pemuda di bawah usia 25 tahun, masih dalam tahapan usia yang terbuka sebelum menstabilkan sikap dan nilai.

3.        Kultus Terorisme di Indonesia
Kultus terorisme yang berkembang di Indonesia merupakan bias dari adanya gerakan Al-Qaeda yang dibentuk oleh Osama bin Laden di wilayah Timur Tengah. Pola perekrutan yang dilakukan di Indonesia hampir sama seperti yang dilakukan oleh Al-Qaeda. Semuanya dilakukan dengan memberikan doktrin-doktrin mulai dari yang paling sederhana dan secara bertahap sampai pada yang paling sulit. Sasaran perekrutan umumnya adalah pemuda-pemuda yang memiliki kecerdasan intelektual yang bagus dan juga mereka yang jauh dari keluarga.Meskipun pada awalnya, terorisme di Indonesia merupakan bias dari gerakan Al-Qaedanya Osama bin Laden, namun terorisme di Indonesia telah mengalami pergeseran ideologi yang melatar belakangi aksi-aksi terorisme di Indonesia. Pergeseran ideologi terorisme di Indonesia telah terlihat sejak sasaran serangan awal pada tahun 2000 yang terkait simbol barat, terutama Amerika Serikat.

4.        Pancasila sebagai Perlawanan terhadap Kultus Terorisme
Terorisme di Indonesia muncul sebagai gerakan yang meniru aliran atau pergerakan yang radikal di luar negeri, khususnya negara-negara di wilayah Timur Tengah. Hal itu salah satunya disebabkan oleh adanya pengaruh globalisasi yang tak terbendung. Padahal terorisme bukanlah merupakan budaya Indonesia. Selama ini Indonesia dikenal sampai ke mancanegara karena kearifan lokalnya serta sopan santu yang dijunjung tinggi oleh penduduknya. Namun, sejak awal tahun 2000-an gejala-gejala terorisme mulai menampakan diri.
Akibatnya, bangsa Indonesia yang sejak dahulu dikenal sebagai negara yang cinta damai dengan menggagas konferensi Asia-Afrika, juga dikenal sebagai pemersatu dunia ketiga, dan aksi pengiriman duta-duta perdamaian serta pasukan penjaga perdamaian ke negara-negara konflik kini terasa sia-sia, terlebih lagi ada sapaan yang tak mengenakkan mampir di telinga bangsa Indonesia yaitu disebut sebagai “negara sarang teroris”. Bahkan semenjak peristiwa “Bom Bali I”, banyak negara yang mengeluarkan “travel warning” bagi warganya yang hendak bepergian ke Indonesia.
Aksi terorisme mulai muncul di Indonesia pada dekade dimana bangsa Indonesia mulai melupakan pancasila. Pancasila tidak pernah lagi dipahami dan dihayati sebagai cara-cara hidup.Padahal, para founding father’s sejak awal mengatakan bahwa penyelamat, pemersatu, dan dasar NKRI adalah pancasila. Bung Karno secara tegas berkata, “bila bangsa Indonesia melupakan pancasila, tidak lagi menghayati dan mengamalkannya maka bangsa ini akan hancur berkeping-keping”. Hal itulah yang sedang terjadi pada bangsa kita sekarang ini. Pancasila hanya diucapkan di bibir saja, tidak pernah diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah hanya sebagai pengetahuan, bahkan hanya sebagai sejarah. Para pelajar hafal isi dan urutan pancasila tapi tidak tahu arti dan peranannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kenyataan yang terlihat sekarang, pancasila telah diselengkan dari jalur keluhurannya. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang memberi kebebasan dan jaminan kepada setiap bangsa Indonesia untuk memeluk agama dan keyakinannya telah terhalangi oleh pemikiran-pemikiran yang salah dan hanya mengistimewakan agama tertentu saja. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab diabaikan demi kepentingan pribadi dan golongan sehingga mengesampingkan keberadaban bangsa Indonesia itu sendiri. Sila Persatuan Indonesia kini telah luntur dan tertutup oleh ambisi kedaerahan. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan telah ternodai oleh sistem politik praktis demi memperoleh dukungan sebanyak-banyaknya dalam memperebutkan kekuasaan. Dan, yang terakhir Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia hanya tinggal slogan saja akibat adanya jurang pemisah yang begitu lebar antara “si miskin” dan “si kaya” sehingga menimbulkan kecemburuan sosial.
Dalam kondisi yang seperti itu, kultus terorisme akan mudah menyusup dan berkembang di Indonesia. Jika pancasila yang selama ini menjadi filter dalam globalisasi dunia yang tak terbatas, maka seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia mengembalikan diri kepada keluhuran nilai-nilai pancasila itu sendiri. Tentunya peran pemerintah dalammenyegarkan kembali pancasila di Indonesia sangatlah penting. Pemerintah dapat memulainya dengan sosialisasi secara intensif ke daerah-daerah untuk menanamkan kembali nilai-nilai luhur pancasila terutama kepada para generasi muda. Dalam kaitannya dengan kultus terorisme di Indonesia, sosialisasi pancasila yang kuat akan membentuk faham yang kuat untuk memerangi doktrin terorisme di Indonesia. Selain peranan pemerintah, semua elemen bangsa Indonesia juga harus berperan aktif dalam penyegaran kembali pancasila di “bumi seribu rupa”, Indonesia.

5.        Kesimpulan dan Saran
Kultus adalah suatu bentuk persuasi yang ekstrim dan umumnya disampaikan dengan proses indoktrinisasi secara bertahap kepada calon anggota pergerakan kultus. Terorisme merupakan salah satu bentuk dari kultus yang bersifat destruktif. Pergerakan terorisme yang muncul selalu dikaitkan dengan kultus agama aliran keras, namun hal itu hanya sebuah kedok untuk menutupi organisasi yang ada di balik sebuah aliran kultus. Di Indonesia sendiri, kultus terorisme yang berkembang merupakan bias dari aliran-aliran kultus yang berkembang di luar negeri, khususnya di wilayah Timur Tengah. Dalam menghadapi kultus terorisme di Indonesia, perlu adanya penyegaran kembali nilai-nilai pancasila yang merupakan penyelamat, pemersatu, dan dasar NKRI. Penyegaran kembali pancasila memerlukan peranan dari semua elemen bangsa Indonesia demi terciptanya perdamaian dan persatuan bangsa Indonesia seperti yang diharapkan para pendiri bangsa.
Saran yang dapat saya sampaikan adalah, kepada kita semua, bangsa Indonesia, sudah saatnya kita menyadari bahwa kondisi bangsa yang kacau balau dan kultus terorisme yang berkembang di Indonesia merupakan akibat dari kebodohan kita yang telah melupakan nilai-nilai luhur dari pancasila. Jadi, sudah saatnya bagi kita untuk kembali menjadikan pancasila sebagai cara-cara hidup dalam berbangsa dan bernegara.

Bela Negara Part 2


USAHA-USAHA DALAM “MEMBUMIKAN” PANCASILA MENURUT KACAMATA SEORANG MAHASISWA

Pancasila telah lahir sebelum NKRI berdiri. Artinya, adalah bahwa mendirikan sebuah negara hanya semata-mata untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Tujuan tersebut merupakan “kontrak sosial” antara negara dengan rakyatnya. Dan negara sebagai organisasi yang mengatur, berkewajiban untuk membawa rakyatnya kepada tujuan yang dimaksud, tanpa menghilangkan hak-hak rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena rakyatlah yang memiliki negara, bukan negara yang memiliki rakyat.
            Sehubungan dengan kata-kata “rakyatlah yang memiliki negara,” maka sudah sewajarnya bahwa kita sebagai rakyat Indonesia harus mampu menjaga dasar fundamental berdirinya NKRI, yaitu pancasila. Dalam menyikapi hal tersebut, maka usaha-usaha yang dapat saya lakukan sebagai mahasiswa untuk mengaplikasikan pancasila, diantaranya:
  1. Berawal dari diri saya sendiri, yaitu dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, serta mensyukuri segala anugerah dan limpahan rahmatnya. Karena saya Hindu, hal yang biasanya saya lakukan ialah mengikuti kegiatan sembahyang bersama di Pura UNS bersama mahasiswa Hindu lainnya setiap jumat malam, serta meditasi bersama setiap Senin malam di Pura Adhipura di daerah Bakonan. Selain itu juga aktif mengikuti kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma di Solo. Kemudian untuk mendekatkan diri setiap hari kepada Tuhan, bisa dengan beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing serta saling mewujudkan toleransi antar umat beragama. Saya rasa itu merupakan suatu perwujudan dari sila pertama yaitu sila “Ketuhanan yang Maha Esa”.
  2. Dengan membina hubungan yang baik antar sesama mahasiswa, dosen, karyawan, dan pegawai, serta seluruh civitas akademika di lingkungan kampus. Juga membina hubungan dengan masyarakat sekitar. Misalnya ikut serta dalam kegiatan bakti sosial yang diadakan di kampus. Bisa dalam hal menyumbangkan tenaga atau menyumbangkan barang-barang untuk keperluan bakti sosial. Menurut saya hal itu merupakan perwujudan dari sila kedua, yaitu sila “ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
  3. Mengikuti kegiatan kemahasiswaan yang ada di kampus, misalnya ikut serta dalam aksi damai dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda, ikut dalam acara jalan santai yang diadakan kampus dalam rangka memperingati Hari Koperasi, dan ikut perpartisipasi dalam kegiatan pertandingan seni dan olah raga yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa ataupu oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan. Dalam mengikuti kegiatan seperti itu, saya rasa kita tidak harus langsung ikut bertanding, bisa juga dilakukan dengan memberi support kepada teman yang ikut bertanding atau kakak-kakak tingkat yang ikut bertanding. Dengan demikian, seluruh civitas akademika di kampus UNS akan merasa menjadi satu dalam sebuah keluarga besar. Dan hal itu merupakan perwujudan dari sila ketiga, sila “Persatuan Indonesia”.
  4. Ikut berpartisipasi dengan penuh tanggung jawab dalam kegiatan pemilihan Presiden BEM di kampus, jangan sekedar ikut-kutan ataupun hanya apatis, tapi harus bersikap kritis dalam memberikan hal pilih. Dengan ikut berpartisipasi memberikan suara kita dalam pemilihan Presiden BEM di kampus, menurut saya itu telah membuktikan bahwa sebagai mahasiswa kita telah sadar akan prinsip demokrasi yang bertanggung jawab, serta kita telah memulai langkah dalam usaha perbaikan kampus, dimana bila kita memilih orang yang benar-benar berkompeten untuk menjadi presiden BEM di kampus atau di tingkat fakultas, itu berarti kita memiliki niat dan semangat untuk ikut memajukan kampus. Dan hal tersebut juga merupakan perwujudan sila keempat, yaitu sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”.
  5. Untuk sila kelima, yaitu sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, saya rasa hal yang dapat saya lakukan untuk mewujudkan sila itu ke dalam kehidupan sehari-hari ialah, sebagai mahasiswa, ketika ujian dan mengerjakan tugas sebaiknya kita mengerjakan ujian itu sendiri, sesuai dengan kemampuan kita dan jangan sekali-kali berbuat curang ataupun mencontek saat ujian. Kemudian dalam mengerjakan tugas, jangan sampai menjadi seorang “plagiat” yaitu hanya menjiplak pekerjaan orang lain. Hal itu sangat tidak adil bagi teman-teman mahasiswa lain yang belajar secara sungguh-sungguh demi ujian serta mengerjakan tugas dengan giat. Seharusnya kejujuran menjadi suatu saranan untuk mewujudnya keadilan. Bila kita sebagai mahasiswa saja sudah tidak jujur, apa jadinya negeri ini kelak. Jadi, sebaiknya kita mengembangkan sikap jujur mulai dari hal-hal yang kecil sehingga lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan yang tertanam dalam diri kita sebagai mahasiswa dalam peranannya sebagai agen perubahan yang akan membawa negeri dan bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik di masa mendatang. Hidup Mahasiswa!

Bela Negara


MASUKNYA IDEOLOGI PUNK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERSEPSI MASYARAKAT INDONESIA DALAM TATANAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA YANG BERLANDASKAN IDEOLOGI PANCASILA

Berita tentang Punk di Indonesia
Baru-baru ini Satuan Polisi Pamong Praja merazia anak-anak punk yang biasa mangkal disekitar alun-alun Pandeglang. Menurut berita yang yang saya kutip dari beberapa media lokal, keberadaan mereka bagi sebagian masyarakat dianggap cukup meresahkan. Anak punk ini diambil dari beberapa tempat di alun-alun Pandeglang. Mereka lalu diangkut dengan menggunakan mobil dan dibawa ke kantor Satpol PP Pandeglang. Setelah itu, anak-anak punk ini didata oleh petugas Satpol PP, bahkan saat mereka berada di Kantor Satpol PP, bertingkah seperti merasa bebas dan merokok sembarangan. Akibatnya, petugas memaksa anak-anak punk ini untuk tidak merokok sembarangan.
Berdasarkan pendataan petugas Satpol PP Pandeglang, sebagian besar anak punk ini bukan merupakan warga Pandeglang. Diantara mereka, ada yang merupakan warga luar Pandeglang, seperti Medan, Jakarta bahkan Denpasar, Bali. Beberapa anak punk yang ditanya mengaku datang ke Pandeglang untuk mencari pengalaman. Mereka selama di Pandeglang, tinggal di berbagai tempat. “Kalau untuk berteduh mah bisa dimana saja. Yang penting ga kehujanan. Kami datang karena kami ingin bebas,” kata Putu, salah seorang anak punk. Dia juga mengatakan, alasannya menjadi anak punk karena tidak betah tinggal di rumah. Apalagi orang tua juga tidak memedulikannya. Karena itu, agar lebih bebas Putu mengaku memilih untuk menjadi anak punk.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Agus, salah seorang anak punk lainnya. Dia mengaku ingin menikmati masa kebebasan dengan cara menjadi anak punk. Apalagi tidak ada aturan yang membelenggu keberadaan anak punk. “Kan kalo jadi anak punk identik dengan kebebasan, makanya saya menjadi anak punk,” kata Agus. Sementara itu, Yasin, pelaksana TU di kantor Pol PP mengatakan, pihaknya akan melakukan pendataan terhadap komunitas anak punk. Kemudian, Satpol PP akan berkoordinasi dengan dinas sosial terkait keberadaan mereka di Pandeglang.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD Pandeglang, M. Ilma Fatwa meminta agar anak-anak punk itu tidak diperlakukan represif. Sebaiknya anak-anak punk harus dibina agar bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Sejarah dan Pengertian Punk
Punk pada awalnya merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris yang berarti jenis musik atau genre musik yang lahir pada awal tahun 1970-an. Punk juga bisa diartikan sebagai ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Di awal kemunculannya punk merupakan gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja di Inggris dan dengan segera merambah ke Amerika yang ketika itu mengalami masalah ekonomi dan keuangan akibat dari kemerosotan moral para tokoh politiknya sehingga memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, serta beat yang cepat dan menghentak.
Punk lebih dikenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang para penganutnya perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, serta pemabuk yang berbahaya, sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.

Gaya Hidup dan Ideologi Punk
            “Psikolog asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi tersebut, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan “nyleneh”, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).
Gaya hidup dari punker (sebutan bagi para pengikut aliran punk) ialah relatif tidak ada seorang pun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punker pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan mereka. Dengan kata lain, punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing. Hal tersebut dilakukan dengan membentuk grup musik yang beraliran punk dengan tujuan berusaha merambah ke media. Salah satu contoh grup musik fenomenal yang mengusung aliran punk adalah “Green Day” yang berasal dari Amerika Serikat. Grup ini pernah menjadi controversial di media Amerika setelah menguarkan album yang berjudul “American Idiot” yang berisi kritik dan sindiran keras terhadap pemerintahan yang masih dipegang oleh Presiden George Walker Bush pada waktu itu.

Punk dan Anarkisme
Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri atau dihancurkan.
Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan, apabila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, maka  hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Etika punk semacam inilah yang lazim disebut do it yourself (lakukan sendiri).
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki kekhasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi disebut dengan gerakan Anarko-punk.
Anarko-punk adalah bagian dari gerakan punk yang dilakukan baik oleh kelompok, band, maupun individu-individu yang secara khusus menyebarkan ide-ide Anarkisme. Dengan kata lain, Anarko-punk adalah sebuah sub-budaya yang menggabungkan musik punk dan gerakan politik Anarkisme. Tidak semua punk diidentikkan dengan anarkisme. Namun, anarkisme memiliki peran yang signifikan dalam punk. Begitu juga sebaliknya, punk memberikan pengaruh yang besar pada wajah dunia anarkisme kontemporer.
Beberapa band punk yang cukup popular dan dianggap sebagai pelopor dari gerakan anarko-punk antara lain Crass, Conflict, dan Subhumans. Sedangkan di indonesia beberapa band anarko-punk yang cukup populer antara lain Marjinal, Bunga Hitam, dan lain sebagainya.

Masuknya Punk ke Indonesia
Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh sekelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja, kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.
Terlintas dalam benak kita, bagaimana kelompok tersebut dengan dandanan “liar” dan rambut dicat dengan potongan ke atas disertai anting-anting.  Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. Punk bukan hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya. Motto dari anak-anak punk tersebut adalah Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. Punk sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”.
Punk yang berkembang di Indonesia lebih dikenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup anarkis membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup punk ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap gaya hidup mereka yang mengarah ke gaya hidup kebarat-baratan. Selain itu, punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”, seperti yang telah saya sebutkan diatas sebelumnya.
Jumlah anak punk di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak punk yang anti sosial.
Kebanyakan anak punk di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat. Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tata cara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Gaya punk merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup punk mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak punk yang cenderung “menyeramkan” dan seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, pembuat onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri sehingga mengakibatkan pandangan masyarakat terhadap anak punk adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas, dan pengguna narkoba.

Kritisi dari Penulis mengenai Fenomena Anak Punk di Indonesia
Pada awalnya dalam pembentukan komunitas punk, terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orang pun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, punk berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya menurut saya anak punk adalah pribadi-pribadi bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para punkers memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara anak punk itu yang mempunyai kepedulian sosial.
Komunitas anak punk mempunyai aturan sendiri, tidak saja dalam segi musikalitas, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak punk mempunyai landasan etika “kita dapat melakukan sendiri”. Jadi, anak punk ini justru lebih mengembangkan sikap kemandirian dan berusaha berdikari,  setidaknya itulah sisi positif yang dapat saya lihat dari fenomena anak punk di Indonesia. Sebagai contoh, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan. Komunitas punk yang lain berdikari dengan mendirikan distro, yaitu merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri. Perilaku yang seperti itu justru membantu dalam bidang sosial serta ekonomi, ditambah dengan beberapa grup musik punk yang lirik lagunya menginggung tentang pemerintahan, korupsi, dan hukum yang bisa dibeli di negeri Indonesia ini, hal tersebut merupakan suatu bentuk protes namun, masih dalam batas yang wajar meskipun dilihat dari penampilannya yang menyeramkan dan terkesan brutal itu.
Disisi lain, kita juga tidak boleh tutup mata akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budaya dan ideologi punk di Indonesia, khususnya mereka yang mengusung aliran anarko-punk yang cenderung bersifat ekstreme. Seperti yang telah saya bahas sebelumnya, Anarko-punk merupakan perpaduan dari ideologi punk dan pandangan anarkisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan (dihancurkan). Aliran anarko-punk ini merupakan potensi yang cukup membahayakan bagi NKRI dan keutuhan bangsa Indonesia. Oleh, sebab itu semua element masyarakat harus terlibat aktif dalam upaya penanggulangan budaya punk di kalangan anak muda khususnya anarko-punk, agar tidak menimbulkan potensi-potensi yang berbahaya bagi bangsa dan negara Indonesia. Misalnya dengan mengambil tindakan penyuluhan kepada para generasi muda agar tidak terlibat budaya kekerasan.
Selain itu, penampilan grup musik punk saat performe di panggung juga sering memprovokasi para penontonnya yang juga penganut aliran punk dengan lirik lagunya yang bercerita tentang aksi protes terhadap pemerintahan, politik, sosial, ekonomi, bahkan sampai pada pelecehan agama. Sebut saja satu grup musik yang sempat kontroversial di dunia dengan lagunya yang berjudul “Jessus of Suburbia” dengan video musik yang sangat tidak pantas tentang masalah kesenjangan sosial dalam masyarakat. Lirik lagu itu terang saja menyinggung para umat nasrani di dunia dan grup musik itu sempat dilarang tampil serta diberikan peringatan untuk tidak menyanyikan lagu “Jessus of Suburbia” di saat tournya ke beberapa negara. Dengan adanya provokasi semacam itu, dikhawatirkan apabila generasi muda Indonesia cenderung salah jalan serta mulai terjerumus ke hal-hal seperti terorisme atau gerakan-gerakan pembebasan lainnya. Cara yang bisa saya sarankan untuk masalah seperti ini adalah dengan menanamkan nilai-nilai kebudayaan Indonesia yang luhur kepada generasi muda Indonesia, misalnya lewat pendidikan kesenian dan kebudayaan di tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, serta dibentuknya UKM-UKM yang berhubungan dengan kebudayaan dan kesenian tradisional di universitas-universitas untuk menumbuhkan kecintaan terhadap budaya Indonesia pada para pemuda dan penerus bangsa.
Kemudian, untuk mengatasi budaya anak punk yang penampilannya cenderung dianggap menyeramkan bagi masyarakat, bisa kita atasi dengan menerapkan pendidikan serta pembinaan secara intensif bagi para punkers tadi, yang dilakukan oleh seluruh elemen bangsa melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat, penyuluhan oleh pemerintah lewat kementrian SDM, serta peran aktif dari seluruh civitas akademika di dalamnya dengan pengawaasan secara continue oleh masyarakat. Kemudian bagi langkah pencegahan, diterapkan mulai dari keluarga dengan mengajarkan etika sopan santun kepada anak sedini mungkin serta peran dunia pendidikan dengan menanamkan nilai-nilai dasar yang menjadi landasan bangsa Indonesia dengan memasukkan pelajaran pancasila, kewarganegaraan, serta budi pekerti dalam kurukulumnya, dan di masyarakat bisa menanamkan norba-norma sosial yang ada dalam masyarakat itu kepada setiap individu yang menjadi anggotanya.
Mengenai masalah persepsi masyarakat terhadap anak punk yang diidentikan dengan sampah masyarakat, saran saya, sebaiknya masyarakat tidak langsung men-judge mereka sebagai orang yang berperilaku negatif dan tidak langsung memutuskan untuk menghindari mereka. Karena, anak punk ini juga memiliki solidaritas sosial yang tinggi serta kemauan untuk berdikari dalam memulai usaha sendiri di bidang-bidang ekonomi, yang perlu kita lakukan hanyalah mengarahkan mereka untuk kembali ke norma-norma serta nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ideologi pancasila, dengan cara-cara yang telah saya sebutkan sebelumnya. Tentunya untuk menanggulangi dampak negatif dari fenomena ini kita harus berperan bersama-sama dalam suatu naungan organisasi sosial yaitu NKRI.

Kesimpulan
Jadi, kesimpulan yang saya peroleh adalah fenomena punk di Indonesia merupakan imbas dari budaya barat yang masuk lewat rapuhnya kesatuan bangsa yang seharusnya menjadi filter dalam era globalisasi ini. Kemudian fenomena punk tidak sepenuhnya berdampak negatif, ada juga sisi positif dari ideologi punk yang bisa kita ambil dan adopsi ke dalam nilai-nilai budaya indonesia seperti solidaritas sosial yang kuat diantara mereka serta kemauan untuk berdikari dengan etika do it yourself (lakukan sendiri). Sebaiknya hal-hal yang positif itu kita ambil dan hal-hal yang negatif kita tinggalkan saja karena tidak sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia.